SMM ISO KURANG BERHASIL DI TERAPKAN DI SMK RSBI?
Isu gugatan Sekolah RSBI oleh masyarakat.
Ketika perundangan mengamanatkan SISDIKNAS dengan Standar Nasional Pendidikan(PP no 19 Tahun 2005) maka mutu pendidikan untuk meningkatkan bargaining dan pemenangan persaingan menjadi prioritas Pemerintah. Kita semua bangga dengan komitmen Pemerintah dengan cetak biru yang realistis dan optimistis. Model sekolah RSBI adalah salah satu metode lompatan (tril) untuk mutu pendidikan di semua jenjang pendidikan. Sekolah RSBI dituntut untuk dapat melaksanakan tidak sekedar SNP, tetapi harus memiliki nilai tambah dan keunggulan. Karena lompatan ini lebih sulit pencapainya maka dibutuhkan Sistem Manajemen Mutu (SMM ISO) untuk tahapan-tahapan penentuan dan pencapaian tujuan. Dalam SMM ISO dikenal komitmen komunitas untuk menentukan tahapan tujuan yang akan dicapai,kemudian dibuat Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sedemikian rapi diatur setiap jenis kegiatannya dalam klausul. Sehingga SMM ISO mewajibkan pengaturan (manajemen) berbasis efektive, efisien, prosedural dan inovative. kesannya SMM ini sangat prosedural, ideal dan diakui Dunia?
Mengapa masyarakat menggugat RSBI? Siapa menggugat SMM ISO sebagai pengawalnya?
Dalam pencapaian SNP dan nilai tambah dibakukan profil sekolah SBI yang menjadi accuan serta dilengkapi sistem pendampingan (oleh perguruan tinggi) serta sistem evaluasi diri. Tetapi apa dan bagaimana hasil evaluasi dari tahun ke tahun? Seberapa prosen SNP yang dijabarkan menjadi 8 (delapan) atau 12 (duabelas) janji kinerja dapat dicapai? (pilih: membanggakan, biasa, menyedihkan) inilah sebabnya Masyarakat menggugat, bahkan ada yang menyuarakan perundangannya dicabut ( TV maret 2011).
Kenyataan pencapaian profil RSBI di sekolah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no.19 Tahun 2005 tentang 8 SNP (standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, penilaian) dijabarkan menjadi 9 obyek mutu SBI serta diderivate menjadi 12 janji kinerja agar lebih operasional.
Obyek diatas adalah penjaminan mutu sekolah RSBI yang harus dicapai selama periode pendampingan Pemerintah (2006-2010, 2007-2011), untuk pencapaian program–program diatas sekolah harus menyusun RENSTRA 5 (lima) tahunan program kerja jangka panjang serta menyusun program kerja sekolah sebagai program kerja jangka pendek (PKS).
Dalam mengawal program-program diatas sekolah membentuk POKJA RSBI serta TEAM ISO. Bisa kita bayangkan seandainya kedua UPT tersebut bisa bekerja sinergis? (pilih: Luar biasa, hebat, bisa)
Tetapi bisa dibayangkan bila POKJA RSBI kurang mengetahui ISO dan TEAM ISO kurang mengetahui obyek mutu RSBI? (pilih: Biasa, umum, payah).
Mari kita jujur cermati, seberapa prosenkah item 1 sampai item 12 dicapai disekolah pada tahun terakhir pendampingan? Masih banyak item yang pencapainya dibawah 60% (hasil evadi 2009/2010). Apa yang menjadi kendala? SDM, Birokrasi, pendanaan, budaya Masyarakat atau Manajemen? Mari amati apa yang terjadi?
Bisnis center atau Teaching factory adalah tolok ukur keberhasilan karena program ini adalah menentukan kemandirian sekolah dalam hal pembiayaan. Incoming Generating Unit (IGU) atau kontribusi hasil bisnis terhadap pembiayaan sekolah relative sangat-sangat kecil di kebanyakan Sekolah (Workshop Teaching factory SMK Jateng maret 2011).
SMM untuk mengawal profil RSBI terjebak pada prosedural
Kemungkinan karena factor SDM, SMM menjadi sangat prosedural dalam praktek Instruksi Kerjanya (IK) hingga kurang memperhatikan efektive, efisien dan inovativenya, ada kesan “mengapa dipermudah kalau dapat dipersulit”, padahal SMM harus dapat “mempermudah yang sulit”. Disini diperlukan model awarness yang jitu agar komunitas dapat kondusif dalam komitmennya. Ibarat kamera; kita terjebak dalam memahami buku manualnya, yang seharusnya dapat mahir menggunakan kameranya. Tidak ada yang salah dalam hal ini, karena SMM yang kita gunakan adalah produk luar sehingga perlu lama untuk memahaminya.
Permasalahan serius SDM tentang program pemerintah dengan SNP
Masyarakat, guru, tenaga kependidikan, manejemen, kepala sekolah, pengawas, dan dan yang lain tertatih-tatih dalam mewujudkan-mencapai 12 janji kinerja yang diamanatkan SNP dan ini merupakan masalah serius dalam peningkatan mutu dan pelayanan pendidikan.
Komitmen pemerintah yang serious yang sampai berdarah-darah dalam pembiayaan akan menjadi tidak efisien bila dibandingkan produk yang dihasilkan. Tetapi apapun hasilnya, inilah karya terbaik mereka, yang harus dibanggakan dan dihargai. Dan kita butuh solusi untuk optimalisasi sumberdaya ini.
Solusi di tahun terakhir pendampingan RSBI
Perlu dicari kiat dalam menghadapi masa akhir pendampingan RSBI, kita harus selalu ingat ”SMK BISA” tetap semangat dan kita berdayakan bantuan yang ada secara maksimal, tetapkan tahapan tujuan dengan sasaran mutu yang mengacu pada 8 SNP plus utamakan kwalitas dan pelayanan terhadap semua Customer serta Stakesholder, intensivekan benchmarking khususkan ke Negara kelompok OECD. (ragaddewe).